Tampilkan postingan dengan label refleksi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label refleksi. Tampilkan semua postingan

Minggu, 07 Oktober 2012

Silat Bandrong

Pada waktu Sultan Maulana Hasanudin dinobatkan menjadi sultan di Banten (1552-1570), beliau mempunyai seorang patih yang bernama Kiayi Semar (Ki Semar), yang berasal dari kampung Kemuning Desa Tegal Luhur . Sang patih pada hari Jum’at selalu izin kepada sultan untuk kembali ke kampungnya karena pada hari tersebut ia berdagang daging kerbau di pasar Balagendong Desa Binuangeun (dulu Kecamatan ). Pada suatu hari ketika Ki semar sedang berjualan dilapaknya dan tiba–tiba datanglah seseorang yang akan membeli dagangannya, orang itu bernama Kiayi Asyraf (Ki Sarap) yang tujuannya untuk membeli limpa atau sangket. Tapi oleh Ki Semar keinginan si pembeli disepelekan karena dianggapnyaorang miskin tak akan mampu membeli sangket yang harganya sangat mahal, padahal Ki Sarap sebenarnya ingin untuk membelinya. Karena Ki Sarap memaksa untuk membeli sedangkan Ki semar tetap bertahan tidak mau menjualnya, sehingga suasana menjadi tegang, kemudian terjadilah pertangkaran mulut, dan akhirnya terjadilah bentrokan fisik.

Abbas Ibnu Firnas

Pada abad ke-8, seorang Muslim Spanyol, Abbas Ibnu Firnas, telah menemukan, membangun, dan menguji konsep pesawat terbang. Konsep pesawat terbang Ibnu Firnas inilah yang kemudian dipelajari Roger Bacon lepas 500 tahun setelah Ibn Firnas meletakkan teori-teori dasar pesawat terbang.

Sekitar 200 tahun setelah Bacon atau 700 tahun pascaujicoba Ibnu Firnas, barulah konsep dan teori pesawat terbang dikembangkan. Pada tahun 875, Ibnu Firnas membuat sebuah prototipe atau model pesawat terbang dengan meletakkan bulu pada sebuah bingkai kayu. Inilah catatan dokumentasi pertama yang sangat kuno tentang pesawat terbang layang.

Salah satu dari dua versi catatan konstruksi pesawat terbang Ibnu Firnas menyebutkan, setelah menyelesaikan model pesawat terbang yang dibuatnya, Ibnu Firnas mengundang masyarakat Cordoba untuk datang dan menyaksikan hasil karyanya itu.

KH Muhammad Dimyati "Mbah Dim"

KH Muhammad Dimyati atau dikenal dengan Abuya Dimyati adalah sosok yang kharismatis. Beliau dikenal sebagai pengamal tarekat Syadziliyah dan melahirkan banyak santri berkelas. Mbah Dim begitu orang memangilnya. Nama lengkapnya adalah Muhammad Dimyati bin Syaikh Muhammad Amin. Dikenal sebagai ulama yang sangat kharismatik. Muridnya ribuan dan tersebar hingga mancanegara.

Abuya Dimyati orang Jakarta biasa menyapa, dikenal sebagai sosok yang sederhana dan tidak kenal menyerah. Hampir seluruh kehidupannya didedikasikan untuk ilmu dan dakwah.

Menelusuri kehidupan ulama Banten ini seperti melihat warna-warni dunia sufistik. Perjalanan spiritualnya dengan beberapa guru sufi seperti Kiai Dalhar Watucongol. Perjuangannya yang patut diteladani. Bagi masyarakat Pandeglang Provinsi Banten Mbah Dim sosok sesepuh yang sulit tergantikan. Lahir sekitar tahun 1925 dikenal pribadi bersahaja dan penganut tarekat yang disegani.

Abdu Al-Karim Banten

Abdu Al-Karim Banten, Sufi ini adalah mursyid tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah, murid dan penerus dari Syekh Ahmad Khatib Sambas, sang pendiri tarekat tersebut. Beliau juga dikenal sebagai Kyai Agung, yang memberi semangat jihad atau perang suci melawan penjajah Belanda yang memicu pemberontakan petani terkenal pada 1888 di Banten yang melibatkan beberapa murid utama Syekh Abd al-Karim, meski Syekh Abdul Karim sendiri pernah mengatakan bahwa belum saatnya dilakukan pemberontakan melawan penjajah.

Abd al-Karim (Abdul Karim) Banten lahir pada tahun 1840 di Lempuyang, Tanara, Banten. Sejak masih muda beliau sudah pergi menuntut ilmu ke Mekah dan mengabdi serta mendalami tasawuf serta mengikuti tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah kepada Syekh Ahmad Khatib Sambas sampai akhirnya mendapat ijazah untuk menjadi khalifah Syekh Ahmad Khatib. Tugas pertama yang diembannya adalah melayani guru tarekat di Singapura selama beberapa tahun. Pada 1872 beliau kembali ke kampung halamannya, desa Lempuyang dan menetap di sana sekitar tiga tahun lamanya. Pada 1876 beliau berangkat lagi ke Mekah untuk meneruskan kepemimpinan Syekh Ahmad Khatib Sambas.

Kamis, 29 Maret 2012

bockor

terkadang ia hanya mampu melihat mereka yang berseragam dan dengan cerianya berangkat dan pulang dari sekolah. di saat mereka jalan-jalan menggunakan kendaraan, ia hanya bisa menunggangi gembalaanya tesebut. keluar pagi hari, siang hari pulang ke rumah sebentar, untuk menunaikan kewajiban. kemudian harus berangkat ke hutan lagi. jika dihitung sama saja dengan keluar pagi hari pulang sore hari.
di saat orang-orang sudah pada mandi dan wangi, sedangkan ia baru saja pulang dari aktivitasnya. pada pukul 17.00 ia biasanya pulang, dengan kondisi badan yang bau, karena dari pagi hingga siang badannya bercampur dengan keringat.
tetapi walaupun demikian ia tetap bangga dan berusaha terus memacu dirinya untuk terus lebih baik. baginya seorang rasul saja yang mendapat gelar utusan allah adalah seorang pengembala juga. tetapi beliau mampu menjadi orang yang sukses dan menjadi pemimpin tersukses dalam kepemimpinannya hinga terkenal seluruh umat manusia.